KNAENCREATIVE@2011 : Garam dan Telaga
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada
suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak
masalah.
Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu,
memang tampak
seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu,
orang itu
menceri-takan semua masalahnya.Pak Tua yang bijak, hanya
mendengarkannya dengan seksama.
Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya
untuk
mengambil segelasair.Ditaburkannya garam itu kedalam
gelas, lalu
diaduknya perlahan.
"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar
Pak tua itu.
"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah
kesamping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya
ini, untuk
berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat
tinggalnya. Kedua
orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah
mereka ke
tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali
menaburkan
segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong
kayu, dibuatnya
gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik
ketenangan
telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah."
Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata
lagi,
"Bagaimana rasanya?".
"Segar.", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya
Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak
muda. Ia
lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping
telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah
layaknya segenggam
garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit
itu adalah
sama, dan memang akan tetap sama. "Tapi, kepahitan yang
kita rasakan,
akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
Kepahitan itu,
akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan
segalanya. Itu
semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu
merasakan
kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal
yang bisa
kamu lakukan.
Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu
untuk
menampung setiap kepahitan itu."
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada
suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak
masalah.
Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu,
memang tampak
seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu,
orang itu
menceri-takan semua masalahnya.Pak Tua yang bijak, hanya
mendengarkannya dengan seksama.
Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya
untuk
mengambil segelasair.Ditaburkannya garam itu kedalam
gelas, lalu
diaduknya perlahan.
"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar
Pak tua itu.
"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah
kesamping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya
ini, untuk
berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat
tinggalnya. Kedua
orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah
mereka ke
tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali
menaburkan
segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong
kayu, dibuatnya
gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik
ketenangan
telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah."
Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata
lagi,
"Bagaimana rasanya?".
"Segar.", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya
Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak
muda. Ia
lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping
telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah
layaknya segenggam
garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit
itu adalah
sama, dan memang akan tetap sama. "Tapi, kepahitan yang
kita rasakan,
akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
Kepahitan itu,
akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan
segalanya. Itu
semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu
merasakan
kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal
yang bisa
kamu lakukan.
Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu
untuk
menampung setiap kepahitan itu."
0 comments:
Post a Comment